cara berbuat baik
Berbuat Baik Tanpa Sambal Agama
Di
setiap tulisan di blog ini saya berulang kali menulis tentang
pentingnya berfikir positif, pentingnya ber-prilaku atau berbuat baik.
Himbauan yang tentu saja sangat KONYOL bukan?
Lha, apa itu berbuat baik? Baik bagi seseorang khan belum tentu baik bagi orang lain?
Tepat sekali! Itulah sebabnya tulisan ini
saya sebut konyol, bahkan blog inipun secara keseluruhan adalah blog
konyol. Saya percaya bahwa untuk kebanyakan
kasus, “berbuat baik” adalah mudah dan nyaris tidak perlu ditulis.
Justru kalau ditulis malah jadi aneh. Apakah mencuri, memperkosa atau
berbuat onar adalah perbuatan baik atau buruk? Kalau anda sudah cukup
umur dan mengaku hidup di jaman modern, pegang HP dan bisa akses
komputer, saya yakin pasti tahu jawabannya bukan?
Namun aktivitas berbuat baik yang
seharusnya mudah, sering menjadi tidak mudah. Minuman keras misalnya,
apakah tergolong baik atau buruk? Jawabannya akan sangat beragam,
tergantung umur, negara dan budaya. Demikian juga dengan urusan
kesopanan berpakaian, makanan dll.
Repot amat sih Mbah. Gunakan saja agama sebagai acuan, beres khan?
Agama khan jelas jelas berasal dari Tuhan jadi pasti SEMPURNA !
Di awal Sampean sendiri khan mengatakan:
“Baik bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain”. Nah, dengan
menggunakan argumen yang sama maka jawabannya menjadi: “Sempurna bagi
seseorang, namun bisa jadi SENTOLOYO bagi orang lain”.
Atas dasar itulah maka blog ini
menghindari menggunakan agama sebagai acuan. Coba Sampean jawab dengan
jujur, kalau seandainya blog ini penuh dengan potongan ayat kitab
suci berseliweran, apa Sampean tidak mual membacanya? Si Mbah yang
nulis saja mual, apalagi yang baca. Kalau pakai agama sebagai acuan,
pakai agama apa? Agama siMbah yang primitif dan abal-abal? Nanti Sampean
tambah mual dong?
Di dunia anak anak, agama adalah indah
dan damai namun di dunia orang dewasa, agama menjadi rumit. Harus
selalu diingat bahwa agama selain mengajarkan baik buruk dalam arti umum
seperti tidak mencuri dan tidak membunuh, juga mengajarkan baik buruk
dalam arti dogma dan akidah, surga dan neraka. Nah, inilah yang membuat
acuan agama menjadi bias.
Nonsense dan omong kosong Mbah. Tanpa acuan agama, hidup menjadi ngawur dan tanpa arah!
Jawab : Ngawur bagi seseorang, bisa jadi damai bagi orang lain.
Jadi apa kalau bukan agama, apa dong
acuan yang digunakan? Nah, agar tidak semakin membingungkan, saya
langsung tuliskan beragam acuan alternatif selain agama yang bisa
dipakai sebagai acuan.
Binatang dan Alam
Belajar dari alam adalah pelajaran
berbuat baik paling mudah dan sudah ada sejak jaman batu dan masih tetap
relevan dengan kehidupan sekarang. Belajar dari semut, belajar dari
lebah, kmbing, anjing , banjir, gunung meletsu, tsunami dll. Semuanya itu adalah sumber pelajaran paling berharga tentang kebaikan.
Cerita dongeng, kartun, tokoh wayang dll
Contohnya cerita wayang, cerita rakyat seperti Malin Kundang, Bawang merah bawang putih, kancil mencuri mentimun
dll. Untuk masyarakat modern, ajaran tentang prilaku sangat mudah
diajarkan lewat tokoh komik seperti batman, superman ataupun ataupun
doraemon ataupun kisah nyatas seperti riwayat hidup dan perjuangan
menuju sukses tokoh tertentu. Kalau mau pakai cerita nabi juga bisa. Itu
juga termasuk cerita dongeng jaman kuda gigit besi.
Tradisi dan Budaya
Contohnya adalah melestarikan batik,
menyanyikan kidung, sinom dan tembang, memepelajari gambelan
tradisional, mengenal ragam hias atau berkunjung ke obyek wisata. Mereka
yang rajin mempelajari budaya akan cendrung memiliki jiwa lebih halus
dan tidak memiliki ruang untuk melakukan tindakan konyol. Coba Sampean
pikir, mana ada orang tawuran sambil menyanyikan kidung atau membaca
pupuh?
Mengenal budaya sendiri ataupun mengenal
budaya asing adalah sama mulianya. Budaya Indonesia dipelajari oleh
warga negera lain dan budaya negera asingpun disukai oleh warga negara
kita. Ini bukanlah sesuatu hal yang perlu dikhawatirkan. Budaya atau
ajaran tentang kebaikan tidak mengenal batas bangsa.
Budi Pekerti
Acuan ini sangat populer digunakan di
negera barat atau di dunia pendidikan negara sekuler. Maklum saja
karena di sekolah sekolah umum, agama adalah dilarang untuk diajarkan
(sebagai mata pelajaran tersendiri) dan sebagai gantinya diperkenalkan
pendidikan budi pekerti. Budi pekerti adalah pelajaran tentang hati
nurani dan mengedepankan sisi humanisme-nya.
Budi pekerti juga bukanlah dogma agama
jadi tidak dipastikan akan pernah membahas tentang sorga dan neraka atau
bahkan mungkin juga tidak membahas tentang Tuhan. Sekali lagi yang
ditekankan adalah sisi humanisme-nya. Pelanggaran tentang Budi pekerti
sama sekali tidak akan ada sangsi atau ancaman berupa hukuman fisik,
hukum formal ataupun hukum Tuhan, yang ada adalah hukuman moral seperti
dikucilkan dari pergaulan dll.
Etika dan Manner
Etika dan Manner adalah seperangkat
aturan yang tidak resmi atau tidak tertulis tentang berprilaku. Di
negari yang tergolong peradabannya sudah maju, atau dalam pergaulan di
komunitas tertentu, pelajaran tentang etika dan manner sangatlah
penting. Contoh mudah adalah tata cara menggunakan telephone di tempat
publik seperti mematikan atau tidak menggunakan nada dering di kendaraan
umum, rapat dll. Kemudian tata cara makan di tempat tempat publik,
bicara berisik dll, semuanya ada manner-nya.
Pelanggaran terhadap manner dan etika
sama sekali tidak akan membuat anda masuk penjara ataupun masuk neraka.
Yang paling apes mungkin cuma mendapat teguran dari orang lain atau
bahkan dilihatin beramai ramai sambil berkomentar dalam hati “Tahu
manner ngak sih?”.
Tata cara makan umumnya lebih dikenal
dengan sebutan “table manner”. Makan pakai tangan contohnya (maksudnya
pakai tangan tanpa alat spt sendok, garpu atau sumpit) tentu tidak
salah, tapi dalam etika pergaulan umum adalah kurang tepat. Jamuan resmi
ala Italia ya berarti pakai sendok garpu. Kalau tetap ngotot makan
pakai tangan boleh boleh saja cuma sedikit aneh, menjadi tontonan orang
atau bahkan bisa bisa masuk youtube.
Logika dan Filsafat
Filsafat dan logika adalah ilmu yang
sudah sangat tua dan bahkan sama tuanya dengan peradaban manusia. Jauh
sebelum agama besar sekarang lahir, filsafat memiliki fungsi penting
dalam berprilaku. Tentu saja filsafat yang dimaksud disini bukan
filsafat debat kusir ala Nabi Semelekete : “Akulah yang benar serta
kamulah yang salah, agamaku-lah yang benar dan agamamu-lah yang salah
dst”.
Filsafat adalah logika jadi logikalah
yang dikedepankan. Apakah anda senang kalau dimaki dan di beri kata kata
kasar? Kalau tidak berarti orang lain juga sama. Apakah anda senang
kalau harta benda kita dijarah orang? Apakah kita senang kalau cara
hidup atau kepercayaan kita dihina dan dijelekkan orang? Dengan
menggunakan logika maka hampir sebagian besar kasus bisa dijawab dengan
relatif mudah.
Hukum Formal
Hukum formal adalah acuan baik dan buruk
bagian terakhir yang bisa dijadikan sebagai acuan umum. Hukum formal
berlaku luas, ketat, keras dan bersifat mengikat dan memaksa. Maju atau
mundurnya peradaban suatu negara bisa dilihat dari berfungsi atau
gagalnya hukum formal yang berlaku di negara tersebut.
Ketaatan seseorang menjalankan ibadah
atau sembahyang bukanlah jaminan bahwa kondisi negara tersebut adalah
tertib dan teratur. Salah satu contoh prilaku yang mudah dilihat adalah
dalam hal berlalu lintas. Rajin sembahyang sama sekali tidak menjamin
seseorang menjadi taat berlalu lintas demikian juga sebaliknya.
Hati Nurani dan Ilmu Pengetahuan
Berikut ini adalah acuan baik dan buruk
versi favorit si Mbah yaitu acuan Hati Nurani dan Ilmu
Pengetahuan. Maaf rada primitif dan kampungan jadi mohon jangan ditiru.
Nurani adalah suara hati yang tidak pernah bohong. Pengetahuan adalah
ibarat bunga yang dipetik dan kumpulkan dari berbagai sumber: orang
tua, guru di sekolah, saudara, tetangga, teman permainan, membaca buku,
membaca koran, merenung, bergaul dengan banyak orang di masyarakat,
belajar dari alam, belajar dari binatang dll.
Apakah korupsi adalah prilaku baik atau
buruk? Silakan gunakan Hati Nurani sebagai acuan. Apakah menebang pohon
menggunduli hutan dan membuang sampah sembarangan itu perbuatan baik?
Silakan gunakan Ilmu pengetahuan sebagai jawaban.
Nurani tiap orang khan berbeda Mbah? Nanti semua orang mengaku Nuraninya paling benar. Malah tambah kacau jadinya.
Melipat selimut saat bangun tidur,
mencuci piring setelah makan, mengucapkan terima kasih pada ibu yang
telah memasak, menghormati kepercayaan orang apakah merupakan perbuatan
baik atau buruk? Dengan menggunakan nurani maka jawabannya dipastikan
akan sama karena memang SUMBERNYA adalah sama. Untuk memahami nurani
maka harus dipelajari dan dibiasakan dari kecil. Kalau sudah besar dan
jenggotan baru belajar ya jawabannya seperti yang Sampean sampaikan tadi
yaitu ngawur, semua orang merasa diri benar. Ini disebabkan karena
Nurani sudah hilang atau tumpul. (Hati Nurani, Pengetahuan dan NIAT, tambahan dari pembaca, Mas Balanedewa)
Bunuh orang adalah pasti bertentangan
dengan nurani, tapi dengan menggunakan acuan berbeda hasilnya bisa jadi
berbeda. Contohnya adalah dengan menggunakan acuan tentara maka bunuh
orang bisa jadi benar, dengan acuan intelijen maka penculikan dan
pembunuhan aktivis bisa jadi benar. Bunuh orang adalah bertentangan
dengan nurani dan juga hukum, tapi dengan menggunakan acuan agama
(terlebih lagi versi agama yang sudah dipelintir) maka yang salah bisa
jadi benar.
Lho, agama yang diplintir, maksudnya apa Mbah? Emang bisa agama diplintir-plintir?
Jelas bisa. Buktinya ada perang Salib
bukan? Kemudian ada kerusuhan dan kekerasan atas nama agama. Agama itu
ya damai, kalau rusuh berarti jawabannya cuma satu yaitu sudah
dipelintir. Yang diplintir bisa jadi bukan ayat atau terjemahan tapi
TAFSIRnya. Kemudian yang lebih umum lagi adalah memelintir emosi,
fanatisme dan keluguan umat. Plintir memilintir agama ini umum terjadi
pada hampir semua aktivitas, terlebih lagi di dunia POLITIK dan
kekuasaan.
Opini Penutup
Bagaimana sebaiknya, apakah blog ini tidak memberi tempat dan ruang sedikitpun untuk agama?
Lha, justru blog ini adalah blog agama
yang kaku, ngotot dan dogmatis, harus persis seperti di buku yang
ditulis entah oleh siapa tapi agama nurani. Jadi acuan berbuat baik
versi blog ini dibagi menjadi 2 yaitu :
Acuan Privat, artinya acuan berbuat baik
untuk diri sendiri, lingkungan keluarga ataupun komunitas sendiri. Di
bagian inilah acuan agama sebaiknya ditempatkan.
Acuan Publik, acuan ini berlaku untuk
umum. Di wilayah umum ini, agama kagak perlu dibawa-bawa, tidak perlu
dipeluk peluk. Berpelukan cukup dilakukan di wilayah privat. Di wilayah
publik yang terpenting adalah esensinya yaitu PRILAKU. Apakah gunanya
beragama kalau prilaku malah menjadi amburadul?
Jadi kedua acuan ini, privat dan publik
harus ditempatkan pada tempatnya. Pada tatanan masyarakat yang tidak
bisa membedakan acuan privat dengan acuan publik maka akan berpotensi
menciptakan kekacauan. Di negeri sendiri bisa jadi saya ngotot
mengatakan bahwa acuan privat dan acuan publik harus menggunakan dasar
yang sama yaitu agama, tapi bagaimana kalau saya tinggal di negeri
orang? Kebaikan haruslah universal jadi bukan dibatasi dengan sekat
dogma atau sambal agama.
lebih baik belajar lagi dari ALQUR,AN
BalasHapus